Selasa, 07 April 2009

MERENDAHKAN HATI MENINGGIKAN KEIMANAN

“Dan janganlah kamu berjalan di muka bumi ini dengan sombong, karena sesungguhnya kamu sekali-kali tidak dapat menembus bumi dan sekali-kali kamu tidak akan sampai setinggi gunung. Semua itu kejahatannya amat dibenci di sisi Tuhanmu (QS Al-Isra:37-38)

Segala puji bagi Allah yang telah memilih kita menjadi bagian dari para pengemban dakwah. Mempercayakan amanah yang diemban para rasul di pundak kita, meneruskan perjuangan Rasulullah SAW. Menapaki jalan perjuangan yang penuh onak duri sebagaimana yang dihadapi Rasulullah dan para sahabat dahulu. Jalan perjuangan yang menjadi kesempatan kita menuju keridhaan Allah SWT. Sebuah anugerah yang hanya diberikan-Nya hanya pada orang-orang pilihan. Bersyukurlah karena Allah telah menuntun kita ke jalan keimanan yang indah, meski kadang langkah kita terlalu lemah untuk bertahan disaat ujian datang. Semoga Allah selalu menjaga kita dalam keistiqamahan di jalan yang penuh liku ini.

Terkadang tanpa disadari kita menganggap diri sudah baik, dengan kerudung lebar, hafalan sekian juz, pengurus lembaga dakwah ini dan itu, rajin bersedekah, qiyamul lail dan banyak amalan serta aktivitas-aktivitas dakwah yang lain. Lalu kita merasa ujub dengan semua yang telah kita lakukan. Apalagi banyak pujian yang datang kepada kita, seolah kita adalah orang-orang baik yang tak pernah berbuat salah. Padahal sesungguhnya Allah yang menyembunyikan aib kita dari mereka yang memuji. Jika saja Allah membukakan aib kita, maka tak ada satupun manusia di muka bumi ini yang mempercayai kita lagi. Sungguh, keburukan dalam diri kita jauh lebih banyak dari pujian yang datang pada kita.

Seorang sahabat Rasulullah SAW yang kadar keimanannya jika dibandingkan dengan keimanan seluruh orang beriman di muka bumi ini niscaya lebih besar keimanannya, Abu Bakar RA. selalu gemetar saat dipuji orang. "Ya Allah, jadikan diriku lebih baik daripada sangkaan mereka. Janganlah Engkau hukum aku karena ucapan mereka dan ampunilah daku lantaran ketidaktahuan mereka", ucapnya lirih. Lantas siapa kita yang berbangga hati dengan pujian yang terkadang tak layak ditujukan pada kita. Kita bahkan mungkin tak tau apakah amalan-amalan yang kita lakukan adalah sebenar-benar bentuk keimanan kita kepada Allah ataukah hanya sekedar rutinitas ibadah yang kering tanpa nuansa ruhani. Alhamdulillah jika muhasabah amal yaumi sudah terpenuhi, tapi apakah kita berpikir bagaimana dengan kualitas?

Betapa besar penghargaan Allah kepada orang-orang pilihan ; para penyeru kebenaran, pengemban risalah nabi. “Siapakah yang lebih baik perkataannya daripada orang yang menyeru kepada Allah, mengerjakan amal saleh dan berkata : “Sesungguhnya aku termasuk orang yang berserah diri”?” (QS. Fushilat :33). “…Sesungguhnya Allah telah membeli dari kaum mukminin, diri, dan harta mereka, bahwasanya mereka mendapat balasan surga” (QS. At-Taubah: 111). Kita berlomba-lomba dalam mengerjakan amanah, mengambil tiap peluang jihad yang disodorkan. Mengorbankan kepentingan diri dan keluarga demi dakwah. Tak diragukan lagi betapa banyak peluh yang menetes saat amanah dakwah memanggil. Tak terhitung berapa rupiah yang dikeluarkan untuk kelancaran agenda dakwah. Berapa banyak waktu tersita untuk agenda-agenda dakwah. Semua pengorbanan itu…cukuplah Allah yang membalasnya.

Menjadi orang-orang pilihan yang mengemban amanah dakwah dengan semua pengorbanan itu tak harus membuat kita merasa berbangga diri. Menjadi orang-orang pilihan tak harus membuat kita merasa diri lebih tinggi dari orang lain, merasa orang lain tak tau apa-apa. Merasa kitalah yang lebih pantas masuk surga lebih dahulu. Padahal kita tak tau bahwa mungkin banyak orang di luar sana yang lebih Allah cintai dan lebih tinggi derajatnya di sisi Allah. Orang yang mungkin selama ini kita rendahkan, kita anggap tak tau apa-apa, namun ketidaktahuannya itu yang membawanya penuh keikhlasan belajar tentang Rabb yang menciptakannya. Lalu membuatnya lebih dekat dan lebih mengenal Tuhannya bahkan lebih besar kecintaannya kepada Allah, melebihi apa yang kita sampaikan di sana-sini tentang bagaimana seharusnya seorang hamba mencintai Allah. Sementara kita asyik dengan aktivitas dakwah di sana-sini yang tak jarang membuat lelah lalu kemudian mengabaikan hubungan kita dengan Allah. Dan ketika kelelahan itu memuncak tanpa disertai hubungan yang baik dengan Allah, kekecewaan menghampiri. Mulailah menghitung-hitung berapa banyak pengorbanannya untuk dakwah, berapa banyak yang dilakukannya untuk jamaah dan membandingkannya dengan apa yang sudah didapatkannya. Karena memandang dari sudut yang sempit, tak jarang hal itulah yang membuat futur, mulai menjauhi saudara-saudaranya, merasa perjuangannya tak dihargai kemudian mencari kesenangan dengan cara yang lain. Na’udzubillahi min dzaalik.
“Tiada suatu bencanapun yang menimpa di bumi dan (tidak pula) pada dirimu sendiri melainkan telah tertulis dalam kitab(Lauh Mahfuzh) sebelum Kami menciptakanya. Sesungguhnya yang demikian itu adalah mudah bagi Allah. (Kami jelaskan yang demikian itu)supaya kamu jangan berdukacita terhadap apa yang luput dari kamu dan supaya kamu jangan terlalu gembira terhadap apa yang diberikanNya kepadamu. Dan Allah tidak menyukai setiap orang yang sombong lagi membanggakan diri”. (QS Al-Hadid ;22-23)

Orang-orang pilihan itu semestinya bisa membuktikan bahwa ia benar-benar orang pilihan. Yang tetap tegar ketika ujian datang, yang bisa berlapang dada ketika kritikan datang, yang tetap berjuang meski cemoohan kian banyak menghujani. Orang pilihan yang tetap merendahkan hatinya meski keberhasilan demi keberhasilan datang lewat perjuangannya, yang tetap menundukkan diri di hadapan Allah. Tak pernah marah ketika diluruskan kesalahannya, yang tetap berjalan meski amanah kian berat, tak pernah mengeluh akan beratnya perjalanan dan selalu memperbaiki hubungannya dengan Allah.

Teruslah kita renungi bersama benarkah kita orang-orang pilihan itu? Atau hanya diri kita yang menganggap bahwa kita termasuk orang –orang pilihan? Merasa kita telah berbuat banyak, merasa telah melakukan amal-amal baik padahal mungkin saja apa yang telah kita lakukan itu tak ada harganya sama sekali di hadapan Allah. Apa yang telah kita lakukan hanya seperti debu yang diterbangkan angin kelak di hadapan Allah ketika yaumil hisab tiba. Apapun posisi kita saat ini, teruslah bermuhasabah dan memohon kepada Allah agar tidak menjadi orang-orang yang merugi karena seluruh amalannya disia-siakan oleh Allah.

Jauhkan diri kita dari maksiat sekecil apapun. Terkadang kita meremehkan dosa-dosa kecil dengan membandingkan dosa besar yang dilakukan orang-orang yang tidak tau. Lalu apakah bedanya dosa kecil yang dilakukan oleh orang yang berilmu dengan dosa besar yang dilakukan oleh orang-orang yang tidak tau? Telah berapa banyak maksiat yang kita kerjakan kemudian membuat hilangnya getaran-getaran hati perasaan bersalah ketika pertama kali berbuat kesalahan? Maksiat kecil mungkin, tapi jika itu terakumulasi tanpa kita sadari dan tidak pernah kita pedulikan, bukankah kematian hati akan segera tiba? Lalu masih pantaskah status aktivis dakwah kita sandang?

“Katakanlah, apakah akan Kami beritahukan kepadamu tentang orang-orang yang paling merugi perbuatannya? Yaitu orang-orang yang telah sia-sia perbuatannya dalam kehidupan dunia ini, sedangkan mereka menyangka bahwa mereka berbuat sebaik-baiknya.” (QS. Al-Kahfi: 103-104)

Kutuliskan kalimat-kalimat ini untuk mengingatkan diriku dan kita semua yang bersaudara di jalan Allah. Semoga kita tetap bisa merendahkan hati meskipun mungkin telah banyak keberhasilan yang kita dapat. Biarkan cahaya Islam terus meluas pancarannya bersama dengan luasnya keimanan kita pada Allah. Semoga Allah berkenan menjaga keistiqamahan kita di jalan ini hingga ujung usia kita. TERUS BERJUANG ATAU KITA AKAN TERGANTIKAN.
Wallahua’lam bi showab.

0 komentar:

Posting Komentar

Berikan komentar demi BKMI yang lebih baik...